Hijrahku Bukan Karenamu Wahai Pujaan Hati


Hijrahku Bukan Karenamu Wahai Pujaan Hati


Hijrahku Bukan Karenamu Wahai Pujaan Hati

Hijrahku Bukan Karenamu,

Jangan jatuh cinta bukan berarti menghapus semua rasa cinta dan suka pada seseorang. Jangan jatuh cinta lebih tepatnya mengajak kita untuk tidak menyalurkan cinta dengan cara yang tidak dibenarkan agama seperti pacaran, zina, dan lain sebagainya. Bahkan ada solusi untuk menyalurkan cinta dengan tepat. Itulah yang dinamakan ikatan suci pernikahan (Bangun Cinta).
-Setia Furqon Kholid-


           Bukan salah hujan bila menyimpan rindu yang mendalam, bukan salah hujan juga bila kenangan tiba-tiba muncul dan berlari-lari kecil di sekitar fikiran kita. Jangan pernah membenci hujan, karena pada hakekatnya hujan adalah keberkahan yang diberi Sang Pencipta untuk kita nikmati dan patut kita syukuri. Bukankah kadangkala selesai hujan akan nampak pelangi? Apakah itu kurang bagimu bila selepas keberkahan ada sebongkah keberkahan lagi? Pelangi indah nampak jelas terlihat menggunakan mata, tapi belum tentu dapat ditangkap secara jelas dan jernih bila kau memotretnya. Itulah sepotong keberkahan yang selalu aku dapatkan ketika selepas hujan, dan masih seribu bahkan ratusan ribu keberkahan lain yang bisa diambil bila hujan menyapa aku dan ratusan juta umat manusia di dunia ini.

            Sempat aku membaca dari bola mata indahmu, yang mengatakan bahwa kamu sangat tidak menyukai hujan. Kamu enggan pulang ke rumah karena kamu takut ada petir yang menyambar dirimu. Biarkan petir itu bergumam, kata sebagian orang petir bergumam tandanya dia sedang berdzikir kepada Sang Pencipta. Apa kamu pernah memerhatikan sampai sejauh itu? Diriku belum jauh sampai sana pemikirannya. Tapi pada saat petir itu datang, aku selalu menengadahkan tangan dan berdoa agar petir itu tidak memakan korban jiwa. Aku tidak mau melihat berita di televisi maupun di koran berita bahwa ada pohon yang runtuh akibat kelakuan petir nakal yang mengakibatkan beberapa jiwa terluka dan bahkan menelan korban jiwa.

            Beberapa temanku bahkan tidak sama sekali membenci hujan, di balik hujan menyimpan ratusan hingga ribuan kenangan mengenai pasangan mereka, mantan pacar mereka, dan sebagainya. Kenangan yang tidak pernah luntur bila diguyur hujan, kenangan yang selalu ada dalam ingatan. Bagaimana denganmu? Apakah sama seperti beberapa temanku itu? Wajar bagiku bila seperti itu, karena itu sudah menjadi hal yang sudah biasa adanya begitu. Aku pun menyimpan kenangan di balik hujan yang mengguyur bumi, ada cerita yang mengesankan bagiku kala hujan datang.

               Sejak aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, banyak pandangan orang di luar sana yang berada di daerah Jakarta, pacaran belum sah bila belum berpegangan tangan. Aku dan Faiz bahkan belum sempat berpegang tangan, tapi yang aku ingat kami pernah berpelukan saat hujan datang. Danau di daerah Harapan Indah menjadi saksi bisu ia memeluk aku dengan sangat erat. Mungkin pada saat itu adalah waktu yang tepat untuk memberi tantangan padanya untuk membeli rokok dan merokok di depan aku, ia membeli rokok di pinggir jalan, tetapi ia tidak berani merokok di hadapanku. Aku memang sengaja memberi tantangan seperti itu padanya, mungkin saja dengan cara itu ia dapat berhenti merokok.

              Saat hujan dan terpaan angin yang lumayan kencang, tiba-tiba dada aku sesak tak dapat bisa bernafas dengan semestinya  dan bibir ini lumayan sulit untuk berhenti bergerak karena menggigil kedinginan. Faiz ingin mengajak aku pulang tetapi aku tak membawa jas hujan saat itu, akhirnya kami berteduh di depan warung daerah Harapan Indah. Faiz sangat tidak tega melihatku seperti itu, ia dengan sigap memeluk tubuhku yang mungil ini, rasanya hangat sekali jatuh dalam pelukannya. Rasanya jam ini seperti berhenti berputar dan rasanya sangat nyaman sekali berada dalam dekapannya, aku dapat merasakan tubuhnya yang berukuran ideal bagiku. Dia mulai memegang bahu aku dengan sangat erat, takut akan aku esok harinya sakit.

Hijrahku Bukan Karenamu, Wahai Pujaan Hati


Seminggu sebelum Ujian Nasional diselenggarakan secara serempak di berbagai daerah, Faiz mengatakan bahwa setelah pengumuman kelulusan ia akan ikut dengan keluarganya pindah ke kota Garut karena ayahnya dipindah tugaskan ke sana. Aku sangat terpukul saat itu, aku diam dan sangat merasakan kekecewaan yang mendalam. Baru saja aku merasakan indahnya jatuh cinta, secepat itukah aku harus melepaskan lelaki yang sudah aku cintai? Begitu pun Faiz, ia tidak mau memutuskan hubungannya denganku. Ia akan berusaha agar kami tetap menjalin hubungan walaupun kami mempunyai jarak yang sangat jauh. Awalnya aku merasa sangat bisa aku dan dia menjalani nya, tetapi makin lama aku makin bimbang karena banyak goncangan dari berbagai macam perempuan yang mengenal Faiz di kota Garut itu.

Semenjak saat itu aku memutuskan untuk berani mendaftarkan diri bergabung bersama remaja masjid daerah rumahku. Aku berharap agar aku punya pendirian yang teguh untuk menjadi pribadi yang kuat tanpa seorang laki-laki dan menjalin hubungan percintaan, karena aku takut patah hati untuk kedua kalinya. Aku tak tahu kenapa aku dapat dengan mudah berinteraksi dengan satu orang laki-laki yang sepantaran denganku, padahal dia terkenal susah untuk beradaptasi dengan orang lain. Dia memiliki sifat tertutup pada dirinya, ia enggan membuka diri untuk mengenal orang lain lebih jauh. Bahkan dia susah untuk menceritakan dirinya pada orang lain, dia bernama Zain. Aku mudah bergaul dengannya mungkin karena aku mempunyai sifat yang cerewet dan pandai mencairkan suasana yang dingin.

Pada suatu kesempatan kami digabungkan menjadi satu divisi untuk mengatur sebuah acara pada bulan Ramadhan yaitu lomba untuk anak sholeh dan santunan anak yatim, Zain menjadi koordinator lomba cerdas cermat dan aku menjadi sie lomba cerdas cermat. Temanku yang satu divisi tidak berani meminta bantuan Zain untuk membuat soal cerdas cermat, maka dari itu aku lah yang berani meminta bantuan padanya. Di ruang sekretariat masjid, terbilang cukup luas ruangan itu untuk kami yang bekerja dalam bidang acara mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan seminggu sebelum acara. Setiap pulang sholat tarawih, kami dipisah bagian pengerjaannya. Khusus untuk yang berhubungan dengan bagian sekretariat dan lomba bisa di ruang sekretariat, dan untuk yang menyiapkan acara santunan anak yatim di ruang masjid.

Aku dan Zain fokus pada membuat soal cerdas cermat di ruang sekretariat masjid. Semenjak kami membuat soal, kami saling melemparkan obrolan biar tak terkesan dingin.
“Dina masih pacaran sama Faiz apa udah putus?”
“Hah! Kok tau sih Zain? Emang tau dari siapa?”
“Yailah banyak kali cerita yang udah lewat, mereka kira kita pacaran din. Soalnya kan aku cuma bisa nyaman denganmu saja.”
“Tunggu deh Zain, kenapa begitu? Lah emang mereka ngga tau?”
“Entah, siapa peduli omongan yang ngga jelas.”
“Bod ah, ngga penting juga. Hahaha. Eh ran kenapa sih kok kamu dingin banget sama mereka?”
“Mereka siapa?”
“Itu orang-orang di luar sana. Kok kamu kayanya cuek banget yah sama mereka.”
“Sebenarnya aku risih ada di sini. Katanya remaja masjid tapi kelakukan mereka kaya bukan anak masjid.”
“Loh, gimana sih aku ngga ngerti maksudmu.”
“Kamu kan ikut rohis, masa ngga ngerti maksud aku?”
“Apa? Aku masuk rohis kan baru-baru ini setelah putus dari Faiz.”
“Anak remaja masjid mana yang ngga bisa jaga jarak sama lawan jenis? Kok ya mereka deket banget gitu, din”
“Teng tong! Lalu kita apa kalo kamu bilang gitu? Kita juga ngga bisa jaga jarak kan? Harusnya berduaan yang bukan mahram ngga boleh lho Zain !”
“Hmm, aku mau tanya sama kamu. Di ruangan ini emang cuma kita berdua?”
“Engga. Itu ada Indah, Falla, sama Wanda lagi di depan komputer masjid. Trus ada Awang sama Alfin di belakang kita.”
“Nah, jadinya kita bedua atau gimana?”
“Eh engga, maksudnya diantara kita kan ngga ada orang. Ya berarti kita hanya berdua aja dong?”
“Apa kamu berani tatap mata aku? Apa aku juga berani tatap matamu? Engga kan! Ya udah selama itu kita bisa dibilang masih aman.”
“Ah udah ah makin ngga ngerti aku. Buruan ran ditunggu mas Topo itu soal cerdas cermatnya, nih udah aku pisah-pisah untuk beberapa kelompok nantinya. Tinggal dicetak nih.”
“Ih kamu lah kasih Indah sana, aku masih mau cari soal buat babak rebutan.”

Dari kejadian obrolan malam itu, aku dan Zain makin dibuat semakin dekat oleh kakak senior dari remaja masjid itu. Aku mulai menyadari ketika salah satu kakak senior itu yang bernama mas Topo mengatakan bahwa aku dan Zain sangat cocok untuk dijadikan ketua organisasi dan wakil ketua. Entah apa yang ada di fikiran mereka bahwa Zain adalah orang yang cocok untuk menggantikan posisi mas Eko sebagai ketua remaja masjid, dan menjadikan aku sebagai sandingannya. Padahal masih banyak laki-laki yang menurutku lebih pantas untuk memimpin di remaja masjid ini.

Hijrahku Bukan Karenamu,

Semenjak aku diangkat menjadi wakilmu yang bersedia dengan senang hati selalu berdampingan denganmu saat sedang mencemplungkan diri dalam dunia organisasi, aku telah mengenai beberapa sifat yang ada pada dirimu, dan aku mulai memahami maksudmu. Dirimu tak terlalu suka banyak bicara, kamu lebih suka mengungkapkan dengan perlakuan yang orang lain tidak terlalu menyadarinya. Aku berani mengatakan ini karena aku tahu kalau kamu termasuk orang yang mudah bergaul tetapi sulit untuk lebih terbuka pada orang lain. Kamu hanya mampu menjadi pendengar yang baik untuk orang di sekelilingmu tanpa peduli orang lain mengenalmu lebih dekat atau tidak. Untungnya aku belajar dan memahami bahwa diri aku sebenarnya juga begitu, sedikit pandai menyembunyikan rahasia yang ada dalam diriku. Tak banyak orang lain mengenal diriku terlalu jauh.

Mungkin alasan itulah yang mempertahankan kami menjadi ketua dan wakil ketua terpanjang dalam periode yang sudah ada. Selama itu pula aku dengan sengaja atau tidak disengaja selalu menjadi perantara antara kamu dan orang lain yang akan ada suatu kepentingan denganmu. Sudah 6 tahun aku mengenalmu, dan sejauh itu pula aku mengenal dirimu dengan cukup baik, tak ada sikap dingin yang kamu tunjukkan padaku. Orang-orang yang ingin menyapa mu dan berkomunikasi denganmu pasti akan menghubungi aku, aku juga tak mengerti mengapa mereka tak menghubungimu langsung. Apa mungkin karena mereka tahu bila menghubungimu tak pernah diangkat bila nomor tak dikenal? Atau semua pesan yang masuk lewat obrlan whatsapp mu hanya sekedar dibaca saja tanpa ada sepatah kata yang kamu balas untuk mereka ? Apa mungkin ini karena sikap dinginmu pada orang? Tapi kenapa tak kamu tunjukkan sikap dinginmu padaku ?

Orang yang menutup dirinya memang butuh seseorang yang sering mengingatkan dan juga cerewet dalam hal apa pun, ya mungkin aku orang yang pas untuk disandingkan bekerja sama denganmu. Aku akui bahwa diri aku ini cerewet dan berani untuk mengambil langkah agar kamu mau mendengarkan kata aku dan juga menerima bahwa dirimu adalah kepala dari organisasi ini. Bagaimana aku memperlakukanmu ketika kamu lebih mementingkan klub sepak bola dibanding organisasi, bagaimana pula aku memperlakukanmu ketika semua orang mencari-carimu tapi kamu malah bersembunyi, dan bagaimana aku memperlakukanmu sebagai sahabatku walaupun kamu tak menganggap seperti itu. Selama ini semua orang yang mengenal kami menganggap bahwa kamu dan aku menjalin hubungan lebih dari sekedar itu. Tapi sejujurnya hubungan kami hanya sekedar ketua dan wakil ketua saja, tidak lebih dan tidak kurang. Semoga kamu juga menganggap seperti itu.

Entah dimulai dari sejak kapan awal mula kami mendengar berbagai macam ejekan yang mengandung kalimat yang isinya aku dan dia mempunyai rasa yang sama, rasa yang orang lain miliki ketika bertemu dengan sang pujaan hati. Waktu kian berlalu dan semakin banyak orang yang mengejek kami ketika kami berdekatan, semakin ada rasa yang muncul dari hati ini bila mereka melontarkan berbagai ejekan. Aku juga bingung mengapa mereka berani mengejek dia yang katanya mempunyai sikap yang dingin kepada orang lain, mungkin rasa canggung itu seketika hilang karena dia senang mengajak orang lain bermain lewat laptopnya dan mereka sangat menikmati masa itu. Seakan tak ada lagi ruang bagi mereka dengan lelaki yang kumaksud itu. Rasa yang muncul bisa dikatakan adalah rasa yang semakin menggebu untuk diungkapkan, rasa yang sulit untuk dipercaya, dan rasa yang semakin lama semakin menumpuk menjadi bukit. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Aku pun tak pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya.

Mungkin kali ini aku jatuh cinta pada orang yang tepat bagiku. Ia adalah seorang yang tak suka banyak berbicara, selalu datang ke kajian islami, menyempatkan waktu untuk menghafalkan ayat suci Al-Qur’an, dan menjaga pandangan serta menjaga sikap kepada lawan jenis, dan tak terlalu mendengarkan omongan orang lain yang dilontarkan untuk membuatnya jauh dari kata semangat. Aku mulai mengagumi berbagai macam hal baik yang ia miliki, ia memang menjalani pendidikan di sekolah negeri, tapi itu tak menggugurkan semangatnya dalam mencari hal-hal yang menumbuhkan semangatnya dalam berdakwah dan tetap menghafalkan ayat suci Al-Qur’an untuk dirinya.

Mengapa aku sangat mempercayai bahwa dia juga memendam rasa yang sama denganku? Aku punya jawaban yang menurutku sangat unik dan menggemaskan untuk diceritakan. Aku mendengar dari sebagian orang, bila dia sedang mengobrol denganku lewat obrolan whatsapp, ia selalu menutupi layar telpon genggamnya saat itu, seakan orang lain tak boleh mengetahuinya. Ada juga yang bilang padaku bahwa hanya obrolanku saja yang mendapat balasan darinya, bila orang lain yang memberikan pesan padanya hanya dibaca saja. Sebagian orang lain mengatakan bahwa dia tidak mau melihat aku bersama laki-laki, yang terakhir ini aku tak terlalu mempercayainya karena aku menganggap bahwa dia tidak terlalu menghiraukannya.

Aku hanya berani memandangmu satu kali saja, aku selalu terpana dengan apa yang ada pada dirimu. Mungkin benar cinta itu buta, apa pun yang kau lakukan mau itu benar atau salah akan tetap menjadi indah buat siapa yang sedang jatuh cinta. Mungkin ini menjadi suatu kesalahan yang tergores dalam hati dan mataku, dan semoga ini menjadi suatu kesalahan kecil bagiku, jangan setiap hari kian melebar kemana-mana. Aku sadar kita dalam wadah organisasi yang sama dan membawa label agama sebagai organisasi kita. Tapi apa aku tak boleh kagum? Hmm mungkin sekedar kagum boleh, tapi jangan melebihi kagum serta kecintaan pada Sang Pencipta dan Rasul-Nya. Ketika kami bersama hanya diam yang membawa suasana hangat bagi kami, aku diam dan kamu pun diam. Hanya mereka yang mengerti bagaimana mata dapat berbicara, bagaimana jantung bekerja sangat cepat bila berada di sampingnya, melihat keringat dingin keluar dari dahiku.

Hijrahku Bukan Karenamu, Wahai Pujaan Hati


Boleh kah aku melihatmu sekali saja? Hanya sepotong kerinduan kecil yang aku tumpahkan dalam satu kali pandangan. Aku takut bila sekali memandang keindahaan makhluk ciptaan-Nya, akan ada keinginan yang mendalam untuk memandangimu lebih dari satu kali. Aku belum bisa menahan mata ini untuk tak menatap bagian bola matamu yang indah, dan juga alismu yang bagus untuk dipandang. Hanya itu saja yang ingin aku lakukan saat ini. Kuingin berlari menembus dunia khayalku, tapi itu sepertinya tak mungkin terjadi. Layaknya skizofrenia sedang menggerogoti hidup ini, khayalan yang benar terjadi adanya.

Ketika aku melihatmu, jantungku serasa cepat sekali berdetak. Senyum yang kau lemparkan membuat dunia dan isinya berhenti bergerak, tak ada rotasi. Tapi aku hanya berani menatapmu dalam satu kali tatapan, selebihnya membuat aku ingin menatap dan menatap lagi. Ketika aku sudah berada tepat di depanmu atau di sampingmu, bibir ini berhenti berbicara. Hanya kesunyian yang menemaniku saat ini, aku merasakan kedamaian dan aku merasa seakan ingin memperlambat waktu yang sedang berputar. Mungkin orang di sekitar kami sudah mempunyai fikiran aneh yang bergelayut di fikiran mereka, dan saling berbisik membicarakan aku dan dia. Maka dari itu, aku hanya berani memandangmu dari balik jendela masjid ini. Aku enggan hanya berduaan denganmu saja, aku takut rasa cinta ini akan semakin membengkak dan mulai egois pada diri sendiri agar selalu memikirkanmu.

Sejujurnya aku sangat menikmati cara-cara indah yang diberikan Sang Pencipta agar aku tetap berada di sampingmu selalu, tapi aku harus bangun dari zona nyaman ini. Aku harus berani ambil sikap agar aku tak terlalu hanyut akan godaan yang membuat aku dan kamu semakin lama kian dekat dan terjadilah virus merah jambu. Kamu telah menjadi penguat aku dalam berhijrah, kamu memberi aku jalan agar aku dapat menjadi perempuan yang lebih baik dengan cara-cara unik. Aku cukup senang bila kamu menghargai aku sebagai seorang perempuan yang sedang belajar untuk berhijrah. Tapi ada sedikit penyesalan dalam hidupku, mengapa sampai kau mengenal aku sejauh ini, kamu tidak berani menatap mata aku ketika kita bertukar fikiran mengenai apa pun yang menjadi kebingungan bagi kami sendiri. Ketika kita bertukar sapa atau bertukar obrolan mengenai dakwah, kamu selalu melihat langit-langit atau melihat ke arah kanan dan kiri aku. Aku sangat tersanjung bila kamu memperlakukan aku seperti itu, aku merasa kamu sedang menjaga pandanganmu terhadap aku.

Tapi dari semua cerita aku yang telah aku paparkan barusan, bukan berarti kamu salah satu dari beribu alasan aku dalam berhijrah. Sebab aku sedari awal telah menyadari bahwa cinta kepadaNya lah yang lebih abadi, bukan cinta kepada manusia, termasuk kamu. Bila kamu menjadi salah satu alasan aku dalam berhijrah menjadi pribadi yang lebih baik, aku takut bila aku sudah tidak mencintaimu lagi aku akan kembali pada masa lalu aku yang kelam. Ketika aku hanya terdiam berada di sampingmu, mungkin itu mewakilkan perasaanku padamu. Aku berharap angin dapat menghembuskan bisikannya padamu, dan sebenarnya aku tak tahu engkau memendam rasa itu kepada aku apa tidak. Mungkin angin juga berhembus padaku dan membisikkan satu kalimat sakti yang membuat aku tetap pada pendirianku sebelumnya, aku hanya merasakan bahwa kamu menyayangi aku entah sebagai adik atau sebagai apa.


Penulis :Nindita Hiendarasti

Previous
Next Post »