Jatuh Cinta pada Alam
"Jika kamu beruntung hari ini, belum tentu sepanjang tahun kamu akan mengalami keberuntungan. Setiap orang akan menemukan ujian dalam hidupnya. Bukan berarti kamu tidak bisa bahagia. Bahagia atau tidak, kamu sendiri yang memutuskan."
- Arumi E. -
Jibab, bukan
suatu penghalang bagi aku untuk menyusuri gunung dan juga lembah. Justru
menurut aku jilbab adalah bukan sekedar kain yang menutup kepala dan rambutnya,
tapi jilbab adalah pelindungnya dari segala mara bahaya, melindungi hati serta
melindungi sikapnya. Dari situlah pandangan bahwa perempuan berjilbab tidak ada
salahnya mempunyai hobi yang ekstrem, toh jilbab itu tidak mengganggu
aktivitasnya sama sekali.
Perempuan yang
menggunakan jilbab saat mendaki gunung adalah perempuan yang hebat menurutnya,
karena ia mampu berpikir rasional. Jilbab adalah suatu kewajiban untuk
perempuan, mau di tempat mana pun mau dengan kondisi seperti apa pun, jilbab
itu wajib. Lagipula, halangan mendaki gunung berasal dari diri sendiri. Bukan
dari jilbab.
Kata orang,
gunung halimun salak itu menyimpan cerita mistik. Sudah banyak cerita-cerita
yang masuk ke pendengaranku. Banyak orang yang menyuruhku gagalkan satu mimpiku
itu. Namun aku makin dibuat penasaran karena Dinda menceritakan cerita mistik
ketika dia sampai di puncak gunung halimun salak.
Dia bilang,
sering kali terjadi banyak pendaki gunung yang kemudian tersesat, padahal
lokasi tersesatnya pendaki tersebut tidak jauh dari pemukiman warga sekitar.
Dia bilang juga, ada juga wisatawan yang datang dengan sangat kehausan padahal
di sebelahnya terdapat mata air yang cukup banyak.
Jadi aku
benar-benar membulatkan tekadku untuk daftar ke acara dari Azfama Management.
Fisik akan aku latih selama 2 minggu sebelum acara, tapi mental sudah aku latih
sejak 2 bulan sebelum acara. Niatku ikut acara hanya satu, ingin membuktikan
apa yang dikatakan orang-orang tentang Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan
Wisata Kawah Ratu.
Titik kumpul
pemberangkatan di Masjid Raya Bogor pukul 20.00. Aku sudah sampai stasiun Bogor
sebetulnya pukul 19.30 namun aku merasakan perutku berdemo meminta haknya. Aku
bertanya di grup siapa saja yang masih berada di kereta, barangkali ada yang
aku tunggu. Sembari aku makan malam.
Kami berangkat
dari lokasi titik kumpul tepat pukul 22.20 dengan alasan menunggu 3 peserta
lain. Peserta yang paling jauh asalnya, dari Cirebon. Dua peserta lain asal
Depok yang pulang kerja pukul 17.00. Wah semangat mereka semoga mengalir ke
tubuhku yang lemah ini yah.
Kami membuka
tenda di camping ground di Taman Nasional Gunung Halimun Salak pukul 02.00 dini
hari. Wah baru datang saja kami disambut dengan suara-suara bising, entah hanya
aku yang mendengarnya atau ada lagi yang mendengarnya selain aku. Ah aku tak
terlalu memperdulikannya. Aku sudah lelah, tubuh ini butuh istirahat. Maka aku
tak menghiraukan suara bising itu.
Tenda sudah
dipasang, kelompok aku sudah siap tidur. Tapi aku tidak bisa tidur dengan
nyaman. Suara bising itu terus mengganggu aku. Kubacakan dzikir di setiap
kalimat yang aku ucap, berharap agar Allah terus menjaga aku hingga pagi. Aku
iri melihat teman satu kelompok aku bisa istirahat dengan damai dan tentram.
Melepaskan keletihan karena satu hari full bersiap-siap.
"Tadi
malam siapa itu yang berisik? Suara kresek-kresek gitu. Rasanya di sebelah aku
suaranya yah," aku rasa temanku
sudah tahu bahwa aku lah yang membuat gaduh.
"Aku
ka, dingin menyelimuti aku. Makanya aku buka sleeping bag dan aku pakai
saja,” Aku menyahut dengan santai,
sebenarnya itu bukan jawaban yang sesungguhnya. Aku melihat ada yang bergelayut
di atas tenda, dan itu sungguh menyiksa mata aku.
Jatuh Cinta pada Alam
Paginya, kami
sudah disuguhi dengan sejuknya udara pagi di alam bebas. Memaksakan diri untuk
beranjak dari hangatnya berada di dalam tenda. Tak lupa juga kami bersiap-siap
untuk membersihkan diri dan juga menunaikan kewajiban kami sebagai seorang
muslim dan muslimah, beribadah sholat subuh.
Setelah seluruh
rangkaian acara dari tim Azfama, kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke
Kawah Ratu. Kami berangkat dari basecamp ke kawah ratu itu sore hari.
Kami berdoa agar Allah selalu melindungi kami di setiap langkah kecil kami.
Menjaga kami dari marabahaya yang mengancam keselamatan kami.
Ini kali pertama
aku memberanikan diri keluar bermain ke alam bebas tanpa orang yang mengawal
aku. Aku ingin merasakan hal yang berbeda, aku penasaran mengapa Dinda selalu
bersemangat jika diajak jalan-jalan ke alam bebas. Tapi aku harus ingat, aku
berbeda dari teman-temanku, aku harus lebih menjaga adab dan juga menjaga mata
agar tidak melihat hal-hal yang membuatku takut sendiri.
Sebelum sampai di
pos pendakian, banyak sekali mata gaib yang tertuju pada kami. Sikap mereka
baik dan ramah. Namun banyak yang ingin berkenalan denganku saat itu, ingin
kumenolak ajakan mereka. Namun sepertinya setengah pikiranku diambil mereka. Pikiranku
setengah kosong.
Ini tak boleh
dibiarkan begitu saja, aku harus mengambil tindakan dengan sigap. Aku meminta
gula aren dari tim Azfama, aku hanya butuh mengemut gula aren agar aku bisa
fokus sembari berdzikir. Aku sudah beberapa kali meminta posisi barisanku di
depan. Beberapa kali juga aku pindah ke barisan belakang entah bagaimana
caranya.
Setelah kami
sampai di mata air sebelum mata air terakhir, salah satu dari tim Azfama
menawarkan ingin bermalam di tempat itu atau nanti di atas saja. Aku tidak
menjawab karena aku ragu, aku bingung harus pilih mana. Banyak dari
"mereka" yang ingin berkomunikasi saat itu.
Kondisi lelah
akan membuatku mudah untuk diserang "mereka", maka itu aku sekuat
tenaga mengatur fisik dan mentalku agar tak mudah lelah. Aku tak akan
memberikan celah untuk "mereka" menempel padaku. Aku tak rela
setengah jiwaku dipinjam.
Cerita Oleh : Nindita Hiendarasti